Facebook

Icon Icon Icon Icon Follow Me on Pinterest

Senin, 30 Agustus 2010

Qadha' , Fidyah, dan Kaffarah



H.    Qadha' , Fidyah, dan Kaffarah

Ketika seseorang meninggalkan ibadah puasa, maka ada konsekwensi yang harus dikerjakan, Konsekwensi itu merupakan resiko yang harus ditanggung karena meninggalkan kewajiban puasa yang telah ditetapkan. Adapun berntuknya ada beberapa macam, yaitu qada' ( mengganti puasa dihari lain ), membayar fidyah ( memberi makan fakir miskin), dan membayar kaffarah ( denda ). Masing-masing bentuk itu harus dikerjakan sesuai dengan alasan tidak puasanya.

  1. Qadha'

Qadha' adalah berpuasa dihari lain di luar Ramadhan sebagai pengganti dari puasa yang ditinggalkan pada bulan Ramadhan.


Yang wajib mengqadha' ( mengganti ) puasa di hari lain adalah :

a.       Seseorang yang lupa niat dimalam hari, maka siang harinya tidak boleh makan dan minum seperti orang yang berpuasa. Namun dia wajib mengganti di hari lain di luar Ramadhan.
b.      Wanita yang mengalami haid dan nifas pada waktu Ramadhan sehingga diharamkan bagi mereka untuk berpuasa. Mereka wajib menggantinya di hari lain di luar Ramadhan.
c.       Orang sakit yang masih ada harapan untuk disembuhkan. Dia wajib mengganti puasa yang ditinggalkannya pada bulan Ramadhan setelah sembuh dari sakit.
d.      Wanita hamil dan menyusui karena kwawatir akan kesehatannya sendiri, sehingga tidak berpuasa dibulan Ramadhan. Maka wajib baginya mengganti dengan hari lain diluar Ramadhan.
e.       Orang yang bepergian ( Musafir ), ketika dibulan Ramadha tidak berpuasa, maka wajib mengganti di hari lain  di luar Ramadhan sesuai dengan jumlah hari yang ditinggalkannya.
f.        Senua hal yang membatalkan puasa akibat disengaja seperti muntah, makan dan minum, keluar air mani, dll wajib diganti (diqadha') di hari lain di luar Ramadhan kecuali jimak dan ibu hamil/menyusui karena kwawatir kesehatan bayinya.

Dalam mengqada' puasa, tidak diwajibkan untuk tartib (berurutan). Akan tetapi boleh dilaksanakan sesuai dengan kelonggaran kita. Yang paling penting sesuai dengan jumlah puasa yang telah kita tinggalkan. Namun sebagian ulama' Syeikh Hasan Al-Bashri mensyaratkan dilakukan berturut-turut dengan mengambil hadist Aisyah yang yang menyebutkan bahwa ayat Al Qur'an dulu memerintahkan untuk mengqadha' secara berturut-turut. Namun menurut kebanyakan ulama, ayat tersebut di nasakh (dihapus) hingga tidak berlaku lagi hukumnya. Akan tetapi sebagian ulama' mengatakan bahwa apabila dikerjakan secara berturut-turut hukumnya sunnah.

Apabila puasa yang ditinggalkan belum juga diganti sampai datangnya bulan Ramadhan tahun berikutnya, maka dia wajib menambah hutangnya dengan kaffarah ( denda ) sebanyak 1 mud setiap harinya. Hal ini akan terus bertambah apabila belum dilaksanakan puasanya sampai datang puasa Ramadhan di tahun ke-2 yaitu membayar 2 mud setiap harinya, begitu juga seterusnya.


  1. Fidyah

Fidyah adalah memberi makan kepada fakir miskin sebagai ganti dari tidak berpuasa.

Fidyah jumlahnya satu mud sesuai dengan mud nab. Ukuran satu mud diperkirakan sebanyak dua telapak tangan nabi Saw atau tangan orang biasa. Sedangkan kualitas makanannya sesuai dengan kebiasaan makannya sendiri.

Yang diwajibkan membayar fidyah adalah :

a.       Orang sakit yang menurut dokter ahli sulit untuk disembuhkan
b.      Orang tua yang lemah dan tidak mampu lagi berpuasa
c.       Wanita hamil atau menyusui yang tidak berpuasa karena khawatir kesehatan  bayinya apabila dia berpuasa. Dia wajib mengganti puasanya dihari lain dan diwajibkan membayar fidyah pada saat tidak berpuasa dibulan Ramadhan.
d.      Orang yang meninggalkan kewajiban meng-qadha' puasa Ramadhan tanpa udzur syar'I hingga Ramadhan tahun berikutnya, maka dia wajib meng-qadha' puasanya sekaligus membayar fidyah.

Sebagian ulama' seperti Imam As-Syafi'I dan Imam Malik menetapkan bahwa ukuran fidhya yang harus dibayarkan kepada setiap saru orang fakir miskin adalah satu mud gandum  sesuai denga ukuran mud Nabi Muhammad Saw. Sebagian lagi seperti Abu Hanifah mengatakan dua mud gandum dengan ukuran mud Rasulullah Saw atau setara dengans setengah sha' kurma/tepung atau setara dengan memberi makan siang dan makan malam hingga kenyang.

Seperti halnya kewajiban mengqadha' puasa yang telah ditinggalkan, apabila belum bisa dilaksanakan sampai datangnya puasa tahun berikutnya, maka wajib di tambah dengan fidyah  satu mud. Membayar fidyah pun juga begitu, apabila masih belum dibayar sehingga datang Ramadhan tahun berikutnya, maka bayarny bertambah dan seterusnya akan bertambah kalau masih belum terbayarkan.

  1. Kaffarah

Kaffarah adalah tebusan yang harus dibayar karena melanggar kemulyaan bulan Ramadhan. Adapun yang mewajibkan seseorang membayar kaffarah adalah :

a.       Berhubungan seksual di siang hari bulan Ramadhan

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ : جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ : هَلَكْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ :« وَمَا أَهْلَكَكَ ». قَالَ : وَقَعْتُ عَلَى امْرَأَتِى فِى رَمَضَانَ. قَالَ :« فَهَلْ تَجِدُ مَا تُعْتِقُ رَقَبَةً ». قَالَ : لاَ قَالَ :« فَهَلْ تَسْتَطِيعُ أَنْ تَصُومَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ ». قَالَ : لاَ قَالَ :« فَهَلْ تَجِدُ مَا تُطْعِمُ سِتِّينَ مِسْكِينًا ». قَالَ : لاَ قَالَ : ثُمَّ جَلَسَ فَأُتِىَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- بِعَرَقٍ فِيهِ تَمْرٌ فَقَالَ :« تَصَدَّقْ بِهَذَا ».فَقَالَ : أَفْقَرُ مِنَّا فَمَا بَيْنَ لاَبَتَيْهَا بَيْتٌ أَحْوَجُ إِلَيْهِ مِنَّا فَضَحِكَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- حَتَّى بَدَتْ أَنْيَابُهُ ، ثُمَّ قَالَ لَهُ :« اذْهَبْ فَأَطْعِمْهُ أَهْلَكَ ». رَوَاهُ الْبُخَارِىُّ
Dari Abi Hurairah ra berkata : Telah datang seorang laki-laki kepada Nabi Saw kemudian berkata," Kerusakan bagi saya Ya Rasulallah ", beliau, " Apa yang menjadikan kamu rusak ?", Dia berkata," Saya telah bersetubuh dengan istri saya dibulan Ramadhan" Beliau bertanya," Apakah kamu punya sesuatu untuk memerdekakan budak ?", Dia menjawab, " Tidak " Beliau bertanya," Apakah kamu mampu berpuasa 2 bulan berturut-turut ?", Dia menjawab, " Tidak " Beliau bertanya, " Apakah engkau menemukan sesuatu yang dapat digunakan untuk memberi makan pada 60 orang miskin ?", Dia menjawab, " Tidak ", Kemudian Dia duduk dan Nabi memberinya wadah yang berisi kurma dan berkata, " Bersedakahla dengan (kurma) ini " kemudian Dia menjawab, " Apakah untuk orang yang paling fakir dari golongan kita, maka tiadalah yang lebih membutuhkan daripada keluarga saya" kemudian Nabi tersenyum sampai dua gigi depan Beliau kelihatan kemudian berkata kepadanya, "Pulanglah dan beri makan keluargamu ". ( HR.Buchori ).

Adapun batasan hubungan seksual itu adalah apabila terjadi persentuhan antara dua kelamin melalui qubul atau dubur meskipun tidak sampai penetrasi atau keluar mani. Hal itu tetap dihitung hubungan seksual yang membatalkan puasa sekaligus mewajibkan membayar kaffarat.


b.      Makan dan minum secara sengaja tanpa udzur syar'i

Pendapat ini dipegang oleh sebagian ulama' seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan Ast-Tsauri. Namun Fuqoha' ( ahli fiqih ) lainnya seperti Imam As-Syafi'i, Imam Ahmad bin Hanbal  mengatakan bahwa makan dan minum secara sengaja hanya mewajibkan qadha' dan tidak perlu membayar kaffarat. Yan mewajibkan bayar kaffarah hanya bila berhubungan seksual suami istri di siang hari bulan Ramadhan.

Denda kaffarah itu ada tiga macam dan harus berurutan, yaitu

a.       Memerdekakan budak
b.      Puasa dua bulan berturut-turut
Kaffarah  ini sangat berat, sebab apabila ada satu hari saja di dalamnya dimana dia libur tidak puasa, maka wajib baginya untuk mengulangi lagi dari awal. Bahkan walaupun hari yang ditinggalkannya sudah sampai akhir dari dua bulan berturut-turut.
c.       Memberi makan 60 fakir miskin
Pilihan ini adalah pilihan terakhir ketika seseorang secara nyata tidak mampu melakukan kedua hal di atas. Maka wajiblah memberi makan 60 orang fakir miskin sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah Saw.

Ada perbedaan pandangan dari para fuqoha' mengenai kewajiban membayar kaffarah. Apakah hanya suami yang wajib ataukah keduanya. Seperti halnya Imam Syafi'i yang berpendapat bahwa yang wajib membayar kaffarah hanyalah suami meskipun mereka melakukannya berdua, karena suamilah yang menentukan terjadinya hubungan seksual. Beliau menggunakan dalil dari hadits nabi Saw tentang laki-laki yang melapor kepada Rasulillah Saw bahwa dirinya telah melakukan hubungan suami istri di bulan Ramadhan. Saat itu Rasulullah hanya memerintahkan kepada suaminya saja untuk membayar kaffarah.
Namun berbeda dengan pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Malik yang mengatakan kewajiban kaffarah berlaku bagi masing-masing suami istri. Mereka mengqiyaskan kewajiban suami kepada kewajiban istri pula.

Adapun apabila terjadinya hubungan seksual dikarenakan lupa atau tidak sengaja, maka cukup meng-qadha' saja tanpa membayar kaffarat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Followers