Facebook

Icon Icon Icon Icon Follow Me on Pinterest

Jumat, 27 Agustus 2010


H.    Hal-hal yang membolehkan berbuka

Dalam keadaan tertentu, syari'at membolehkan seseorang untuk tidak berpuasa. Hal ini merupakan bentuk keringanan yang Allah berikan kepada umat Muhammad Saw. Apabila salah satu dari keadaan tertentu itu terjadi, maka diperbolehkan bagi seseorang untuk tidak berpuasa. Diantara keadaan tertentu tersebut :
  1. Sakit
Orang sakit yang tidak bisa diharapkan kesembuhannya menurut keterangan dokter ahli, diperbolehkan untuk tidak berpuasa di bulan Ramadhan. Akan tetapi dia wajib menggantinya dengan membayar fidyah 1 Mud ( 6 Ons ) sesuai dengan hari yang ditinggalkan kepada fakir miskin dan tidak ada kewajiban untuk mengganti di hari lain. Berbeda dengan sakitnya orang yang bisa diharapkan kesembuhannya, maka wajib mengganti puasa yang telah ditinggalkan setelah sembuh dari sakit.

  1. Safar (perjalanan)
Seorang musafir diperbolehkan tidak berpuasa meskipun dia kuat untuk menjalankan puasanya. Namun menjalankan keringanan yang telah diberikan oleh Allah kepada kita seperti dipebolehkannya tidak berpuasa bagi seorang musafir hukumnya sunnah. Safar / bepergian yang membolehkan tidak berpuasa ramadhan adalah bepergian jauh yang diperkenankan oleh syara' seperti bersilatur rahmi kepada sanak saudara kita yang jauh, membayar hutang, dll. Apabila pergi /safar  dengan tujuan maksiat seperti merampok, mencuri, membunuh seseorang, dll, maka tidak diperkenankan untuk membatalkan puasanya, akan tetapi wajib baginya melanjutkan puasanya.

  1. Lanjut usia
Seseorang yang sudah lanjut usia dan tidak kuat melaksanakan ibadah puasa, boleh tidak menjalankan puasa. Namun seperti halnya orang sakit yang tidak dapat diharapkan kesembuhannya, dia ( lansia ) wajib menggantinya dengan membayar fidyah 1 Mud ( 6 Ons ) sesuai dengan hari yang ditinggalkan kepada fakir miskin  dan tidak diwajibkan mengganti puasa di hari lain.

  1. Hamil dan Menyusui
Wanita hamil atau sedang menyusui, diperbolehkan berbuka/tidak berpuasa apabila khawatir akan kesehatannya atau kesehatan bayinya. Jika dia tidak berpuasa karena kawatir akan kesehatan dirinya, maka wajib baginya mengganti / mengqada' pada hari lain diluar ramadhan. Apabila yang dikhawatirkan adalah kesehatan bayinya meskipun dia sendiri kuat menjalankan puasa sehingga dia tidak berpuasa, maka diwajibkan baginya mengganti pada hari lain diluar ramadhan dan membayar fidyah 1 Mud ( 6 Ons ) sesuai hari yang ditinggalkan kepada fakir dan miskin.

  1. Lapar dan Haus yang sangat
Islam memberikan keringanan bagi mereka yang ditimpa kondisi yang mengharuskan makan atau minum untuk tidak berpuasa. Namun kondisi ini memang secara nyata membahayakan keselamatan jiwa sehingga makan dan minum menjadi wajib. Seperti dalam kemarau yang sangat terik dan paceklik berkepanjangan, kekeringan dan hal lainnya yang mewajibkan seseorang untuk makan atau minum.
 
" Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik " ( QS.Al-Baqarah : 195 )

Namun kondisi ini sangat situasional dan tidak bisa digeneralisir secara umum. Karena keringanan itu diberikan sesuai dengan tingkat kesulitan. Semaikn besar kesulitan maka semakin besar pula kerunganan yang diberikan. Sebaliknaya, semakin ringan tingkat kesulitan, semakin kecil pula keringan yang diberikan.
Ini mengacu pada qaidah fiqih :
إِذَا اتَّسَعَ اْلأَمْرُ ضَاقَ وَإِذاَ ضَاقَ اِتَّسَعَ
Bila tingkat kesulitan suatu masalah itu luas ( ringan ) , maka hukumnya menjadi sempit ( lebih berat ). Dan apabila tingkat kesulitan suatu masalah itu sempit ( sulit ), maka hukumnya menjadi luas (ringan).
اْلحاَجَةُ تَنْزِلً مَنْزِلَةَ الضَّرُوْرَةِ  وَالضَّرُوْرَةُ تَبِيْحُ اْلمَحْظُوْرَاتِ  وَالضَّرُوْرَةُ تُقَدَّرُ بِقَدَرِهَا
 Hajat atau kebutuhan menduduki tempat darurat sedangkan keadaan darurat dapat membolehkan sesuatu yang dilarang, dan darurat itu harus diukur sesuai dengan kadarnya ( ukuran berat ringannya ).


  1. Dipaksa
Orang yang dipaksa mengerjakan sesuatu, sedangkan dia tidak mampu untuk menolaknya, maka tidak mendapat hukuman dari Allah Swt. Karena itu diluar niat dan keinginannya. Seperti halnya orang berpuasa kemudian dipaksa untuk makan dan minum atau melakukan hal-hal yang dapat membatalkan puasa, sedangkan pemaksaan itu beresiko pada hal-hal yang mencelakakannya seperti akan dibunuh atau disiksa dan sejenisnya.

Firman Allah Swt yang artinya :.
  " Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah Dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir Padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, Maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar. "

Seperti dalam firman Allah Swt diatas, orang berpuasa yang dipaksa untuk melakukan hal-hal yang membatalkan puasa tidak mendapatkan dosa apabila hatinya masih mepertahankan atau ingkar dengan apa yang diperbuatnya. Akan tetapi apabila dia dipaksa kemudian timbul rasa senang dalam hati untuk melaksanakan perbuatan itu, maka tetap mendapatkan dosa.

  1. Pekerja Keras
Ada beberapa prinsip yang  dapat diambil dari lembaga ifta' ( Daar Iftaa' )  yang berkaitan dengan pekerja keras yang tidak dapat melaksanakan ibadah puasa dikarenakan  tidak mampu menjalankannya, diantaranya :
a.       Para Fuqoha' (ahli fikih) memperbolehkan meninggalkan puasa bagi para pekerja keras yang terpaksa harus bekerja di siang hari Ramadhan demi mencukupi kebutuhannya serta keluarganya. Namun ia harus (wajib) mengqadha' puasa yang ditinggalkannya di lain hari, setelah terlepas dari kesibukan yang melelahkan demikian itu.


b.      Apabila ia tidak menemukan hari luang hingga ia meninggal dunia, maka ia tidak terkena hukum wajib qodha' dan juga tidak terkena hukum wajib memberi wasiat bayar fidyah.

c.       Apabila ia yakin atau mempunyai prediksi yang sangat kuat, bahwa ia tidak akan punya kesempatan untuk mengqadha' puasa di lain hari, maka ia dihukumi sebagaimana orang tua renta (boleh meninggalkan puasa dan harus mengganti setiap harinya 1/2 sha' bahan makan atau nilai tukarnya [membayar fidyah].


Catatan: satu sho' = 4 (empat) mud. 1 (satu) mud = 675 gram (pen). Lihat Glosari Zakat


Yang sudah baku dalam fikih Hanafi, sesungguhnya orang yang sehat dan berdomisili (tidak musafir) jika terpaksa harus bekerja di bulan Ramadhan dan ia mempunyai dugaan yang sangat kuat (melalui saran dokter atau melalui pengalamannya sendiri), bahwa puasa dapat menyebabkan kemudharatan bagi kesehatannya atau dapat mengganggu fitalitasnya sehingga ia tidak dapat melaksanakan pekerjaannya (yang merupakan tumpuan hidupnya) secara baik, maka dalam keadaan demikian diperbolehkan baginya untuk meninggalkan puasa (diambil dari Ibnu Abidin).

Dan melihat ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh para ahli fikih, maka kewajiban para pekerja keras adalah mengganti (mengqadha') puasa yang ditinggalnya di lain hari yang luang dari pekerjaan keras.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Followers