Pada
hakikatnya Posisi Bangsa Arab Dan Kaumnya
Islah Sirah Nabawiyah
merupakan ungkapan tentang risalah yang dibawa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi
wasallam kepada manusia, untuk mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya,
dari 'ibadah kepada hamba menuju 'ibadah kepada Allah. Dan tidak mungkin bisa
menghadirkan gambarannya yang amat menawan secara pas dan mengena kecuali
setelah melakukan perbandingan antara latar belakang risalah ini (risalah
Nabawiyyah) dan pengaruhnya. Berangkat dari sinilah kami merasa perlu
mengemukakan fasal yang berbicara tentang kaum-kaum 'Arab dan perkembangannya
sebelum Islam, serta tentang kondisi-kondisi saat Nabi Muhammad diutus.
Posisi Bangsa Arab
Menurut bahasa, 'Arab artinya padang
pasir, tanah gundul dan gersang yang tiada air dan tanamannya. Sebutan dengan
istilah ini sudah diberikan sejak dahulu kala kepada jazirah Arab, sebagaimana
sebutan yang diberikan kepada suatu kaum yang disesuaikan dengan daerah
tertentu, lalu mereka menjadikannya sebagai tempat tinggal.
Jazirah Arab
dibatasi Laut Merah dan gurun Sinai di sebelah barat, di sebelah timur dibatasi
teluk Arab dan sebagian besar negara Iraq bagian selatan, di sebelah selatan
dibatasi laut Arab yang bersambung dengan lautan India dan di sebelah utara
dibatasi negeri Syam dan sebagian kecil dari negara Iraq, sekalipun mungkin ada
sedikit perbedaan dalam penentuan batasan ini. Luasnya membentang antara satu
juta mil kali satu juta tiga ratus ribu mil.
Jazirah Arab memiliki
peranan yang sangat besar karena letak geografisnya. Sedangkan dilihat dari
kondisi internalnya, Jazirah Arab hanya dikelilingi gurun dan pasir di segala
sudutnya. Karena kondisi seperti inilah yang membuat jazirah Arab seperti
benteng pertahanan yang kokoh, yang tidak memperkenankan bangsa asing untuk
menjajah, mencaplok dan menguasai Bangsa Arab. Oleh karena itu kita bisa melihat
penduduk jazirah Arab yang hidup merdeka dan bebas dalam segala urusan semenjak
zaman dahulu. Sekalipun begitu mereka tetap hidup berdampingan dengan dua
imperium yang besar saat itu, yang serangannya tak mungkin bisa dihadang
andaikan tidak ada benteng pertahanan yang kokoh seperti itu.
Sedangkan
hubungannya dengan dunia luar, Jazirah Arab terletak di benua yang sudah dikenal
semenjak dahulu kala, yang mempertautkan daratan dan lautan. Sebelah barat Laut
merupakan pintu masuk ke benua Afrika, sebelah timur laut merupakan kunci untuk
masuk ke benua Eropa dan sebelah timur merupakan pintu masuk bagi bangsa-bangsa
non-Arab, timur tengah dan timur dekat, terus membentang ke India dan Cina.
Setiap benua mempertemukan lautnya dengan Jazirah Arab dan setiap kapal laut
yang berlayar tentu akan bersandar di ujungnya.
Karena letak
geografisnya seperti itu pula, sebelah utara dan selatan dari jazirah Arab
menjadi tempat berlabuh berbagai bangsa untuk saling tukar-menukar perniagaan,
peradaban, agama dan seni.
Kaum-kaum Arab
Ditilik dari
silsilah keturunan dan cikal-bakalnya, para sejarawan membagi kaum-kaum Arab
menjadi tiga bagian, yaitu: Arab Bâ-idah, yaitu kaum-kaum Arab terdahulu yang
sudah punah dan tidak mungkin sejarahnya bisa dilacak secara rinci dan komplit,
seperti 'Ad, Tsamud, Thasm, Judais, 'Imlaq dan lain-lainnya.
Arab
'Aribah, yaitu kaum-kaum Arab yang berasal dari keturunan Ya'rib bin Yasyjub bin
Qahthan, atau disebut pula Arab Qahthaniyah.
Arab Musta'ribah. yaitu
kaum-kaum Arab yang berasal dari keturunan Isma'il, yang disebut pula Arab
'Adnaniyah.
Tempat kelahiran Arab '?Aribah atau kaum Qahthan adalah
negeri Yaman, lalu berkembang menjadi beberapa kabilah dan suku, yang terkenal
adalah dua kabilah:
Kabilah Himyar, yang terdiri dari beberapa suku
terkenal, yaitu Zaid Al-Jumhur, Qudhâ'ah dan Sakâsik.
Kahlân, yang
terdiri dari beberapa suku terkenal yaitu Hamadan, Anmar, Thayyi', Madzhaj,
Kindah, Lakham, Judzam, Azd, Aus, Khazraj, anak keturunan Jafnah raja Syam dan
lain-lainnya. Suku-suku Kahlân banyak yang hijrah meninggalkan Yaman, lalu
menyebar ke berbagai penjuru Jazirah menjelang terjadinya banjir besar saat
mereka mengalami kegagalan dalam perdagangan. Hal ini sebagai akibat dari
tekanan Bangsa Romawi dan tindakan mereka menguasai jalur perdagangan laut dan
setelah mereka menghancurkan jalur darat serta berhasil menguasai Mesir dan
Syam, (dalam riwayat lain) dikatakan : bahwa mereka hijrah setelah terjadinya
banjir besar tersebut.
Juga tidak menutup kemungkinan jika hal itu
sebagai akibat dari persaingan antara suku-suku Kahlan dan suku-suku Himyar,
yang berakhir dengan keluarnya suku-suku Himyar dan pindahnya suku-suku Kahlân.
Suku-Suku Kahlân yang berhijrah bisa dibagi menjadi empat golongan :
Azd ; Kehijrahan mereka langsung dipimpin oleh pemuka dan pemimpin
mereka, 'Imran bin 'Amru Muzaiqiya'. Mereka berpindah-pindah di negeri Yaman dan
mengirim para pemandu; lalu berjalan ke arah utara dan timur. Dan inilah rincian
akhir tempat-tempat yang pernah mereka tinggali setelah perjalanan mereka
tersebut : Tsa'labah bin Amru pindah dari al-Azd menuju Hijaz, lalu menetap
diantara (tempat yang bernama) Tsa'labiyah dan Dzi Qar. Setelah anaknya besar
dan kuat, dia pindah ke Madinah dan menetap disana. Dan diantara keturunan
Tsa'labah ini adalah Aus dan Khazraj, yaitu dua orang anak dari Haritsah bin
Tsa'labah.
Diantara keturunan mereka yang bernama Haritsah bin 'Amr
(atau yang dikenal dengan Khuza'ah) dan anak keturunannya berpindah ke Hijaz,
hingga mereka singgah di Murr azh-Zhahran, yang selanjutnya membuka tanah suci
dan mendiami Makkah serta mengekstradisi penduduk aslinya, al-Jarahimah.
Sedangkan 'Imran bin 'Amr singgah di Omman lalu bertempat tinggal di sana
bersama anak-anak keturunannya, yang disebut Azd Omman, sedangkan
kabilah-kabilah Nashr bin aI-Azd menetap di Tuhâmah, yang disebut Uzd Syanû-ah.
Jafnah bin 'Amr pergi ke Syam dan menetap di sana bersama anak keturunannya. Dia
dijuluki Bapak para raja al-Ghassâsinah, yang dinisbatkan kepada mata air di
Hijaz, yang dikenal dengan nama Ghassân yang telah mereka singgahi sebelum
akhimya pindah ke Syam.
Lakhm dan Judzam; mereka pindah ke bagian Timur
dan Barat. Tokoh di kalangan mereka adalah Nashr bin Rabi'ah, pemimpin raja-raja
Al-Manadzirah di Hirah.
Bani Thayyi' ; Mereka berpindah ke arah utara
setelah perjalanan Azd hingga singgah di antara dua gunung; Aja dan Salma, dan
akhirnya menetap di sana dan kedua gunung tersebut kemudian dekenal dengan dua
gunungThayyi'.
Kindah; Mereka singgah di Bahrain, kemudian terpaksa
meninggalkannya dan singgah di Hadhramaut. Namun nasib mereka tidak jauh berbeda
dengan apa yang menimpa mereka saat berada di Bahrain, hingga mereka pindah lagi
ke Najd. Di sana mereka mendirikan pemerintahan yang besar dan kuat. Tapi
pemerintahan itu cepat berakhir tanpa meninggalkan bekas sedikitpun. Di sana ada
satu kabilah Himyar yaitu Qudha'ah (meskipun masih diperselisihkan penisbatannya
kepada Himyar)yang meninggalkan Yaman dan bermukim di daerah pedalaman
as-Samawah, pinggiran Iraq.*
* Lihat rincian tentang kabilah-kabilah
ini dan hijrahnya dalam buku-buku: "Nasab Ma'd wal Yaman al-Kabir", "Jamharatun
Nasab", "al-'Iqdul Farid", "Qalaidul Jumman", "Nihayatul Arib", "Tarikh Ibni
Khaldun", "Saba-ikuz Zahab" , dll. Dan terdapat perbedaan yang cukup mencolok
dalam berbagai referensi sejarah dalam menetapkan periode hijrah-hijrah yang
mereka lakukan dan sebab-sebabnya. Tapi setel·h mengamati secara cermat dari
berbagai sudut pandang, maka kami telah menetapkan pendapat yang kami anggap
kuat dalam bab ini berdasarkan dalil yang ada.
Adapun Arab
Musta'ribah, mereka merupakan cikal bakal dari nenek moyang mereka yang tertua
Ibrahim 'Alaihis-Salam, yang berasal dari negeri Iraq, dari sebuah kota yang
disebut Ar, dan terletak di pinggir barat sungai Eufrat, berdekatan dengan
Kufah. Cukup banyak upaya penggalian dan pengeboran yang dilakukan untuk
mengungkap rincian yang mendetail tentang kota ini dan keluarga Nabi Ibrahim
'Alaihis Salam serta kondisi religius dan sosial yang ada di negeri itu.
Sudah diketahui bersama bahwa Ibrahim ' Alaihis Salam hijrah dari Iraq
ke Hâran atau Hirran, termasuk pula ke Palestina, dan menjadikan negeri itu
sebagai pijakan/markas dakwah beliau. Beliau banyak menyusuri pelosok negeri ini
dan lainnya, dan beliau pernah sekali mengunjungi Mesir. Fir-'aun (sebutan bagi
penguasa Mesir) kala itu berupaya untuk melakukan tipu daya dan niat buruk
terhadap istri beliau, Sarah. Namun Allah membalas tipu dayanya (senjata makan
tuan). Dan tersadarlah Fir'aun itu betapa kedekatan hubungan Sarah dengan Allah
hingga akhirnya ia jadikan anaknya,**
Hajar sebagai abdinya (Sarah). Hal
itu dia lakukan sebagai tanda pengakuannya terhadap keutamaannya, kemudian dia
(Hajar) dikawinkan oleh Sarah dengan Ibrahim. Ibrahim Alaihis Salam kembali ke
Palestina dan Allah menganugerahinya Isma'il dari Hajar. Sarah terbakar api
cemburu. Dia memaksa Ibrahim untuk mengekstradisi Hajar dan putranya yang masih
kecil, Isma'il. Maka beliau membawa keduanya ke Hijaz dan menempatkan mereka
berdua di suatu lembah yang tiada ditumbuhi tanaman (gersang dan tandus) di sisi
Baitul Haram, yang saat itu hanyalah berupa gunduka~gundukan tanah.
Rasa
gundah mulai menggayuti pikiran Ibrahim, Beliau menoleh ke kiri dan kanan, lalu
meletakkan mereka berdua di dalam tenda, diatas mata air zamzam, bagian atas
masjid. Dan pada saat itu tak ada seorang pun yang tinggal di Makkah dan tidak
ada mata air. Beliau meletakkan didekat mereka kantong kulit yang berisi kurma,
dan wadah air. Setelah itu beliau kembali lagi ke Palestina. Berselang beberapa
hari kemudian, bekal dan air pun habis. Sementara tidak ada mata air yang
mengalir. Disana tiba-tiba mata air Zamzam memancar berkat karunia Allah,
sehingga bisa menjadi sumber penghidupan bagi mereka berdua hingga batas waktu
tertentu. Kisah mengenai hal ini sudah banyak diketahui secara lengkapnya.
** Menurut kisah yang sudah banyak dikenal, Hajar adalah seorang
budak wanita. Tetapi seorang penulis kenamaan, al-'Allamah al-Qadhy Muhammad
Sulaiman Al-Manshurfury telah melakukan penelitian secara seksama bahwa Hajar
adalah seorang wanita merdeka, dan dia adalah putri Fir'aun sendiri. Lihat buku
"Rahmatun lil'alamin, 2/3637 dan juga buku "Tarikh Ibni Khaldun", 2/1/77.
Suatu kabilah dari Yaman (Jurhum Kedua) datang setelah itu dan
bermukim di Mekkah atas perkenan dari ibu Isma'il . Ada yang mengatakan, mereka
sudah berada di sana sebelum itu, tepatnya di lembah-lembah di pinggir kota
Makkah. Adapun riwayat Bukhari menegaskan bahwa mereka singgah di Mekkah setelah
kedatangan Isma'il dan ibunya, sebelum Isma'il menginjak remaja. Mereka sudah
biasa melewati lembah Makkah ini sebelum itu.
Dari waktu ke waktu
Ibrahim datang ke Makkah untuk menjenguk keluarganya. Dalam hal ini tidak
diketahui berapa kali kunjungan/perjalanan yang dilakukannya, Hanya saja menurut
beberapa referensi sejarah yang dapat dipercaya, kunjungan itu dilakukan
sebanyak empat kali. Allah telah menyebutkan di dalam Al-Qur'an, bahwa Dia
Ta'ala memperlihatkan Ibrahim dalam mimpinya seolah-olah dia menyembelih
anaknya, Isma'il. Maka beliau langsung melaksanakan perintah ini. Allah
berfirman :
"Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim
menbaringkan onaknya atar pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan, kami
panggillah dia, 'Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah mrmbenarkan mimpi itu,
sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat
baik. Sesungguhnya ini benar-benar ujian yang nyata. Dan, Kami tebus anak itu
dengan seekor sembelihan yang besar. " (Ash-Shaffat: 103-107).
Didalam
Kitab Kejadian disebutkan bahwa umur Isma'il selisih tiga belas tahun lebih tua
dari Ishaq. Secara tekstual, kisah ini menunjukkan bahwa peristiwa itu tejadi
sebelum kelahiran Ishaq sebab kabar gembira tentang kelahiran Ishaq disampaikan
setelah pengupasan kisah ini secara keseluruhan.
Setidak-tidaknya kisah
ini mengandung satu kisah perjalanan sebelum Isma'il menginjak remaja. Sedangkan
tiga kisah selanjutnya telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari secara panjang lebar
dari Ibnu 'Abbas secara marfu', yang intinya bahwa ketika remaja Isma'il dan
belajar bahasa Arab dari kabilah Jurhum, mereka merasa tertarik kepadanya, lalu
mereka mengawinkannya dengan salah seorang wanita golongan mereka dan saat itu
ibu Isma'il sudah meninggal dunia.
Maka suatu saat Ibrahim hendak
menjenguk keluarga yang ditinggalkannya setelah terjadinya pernikahan tersebut,
beliau tidak mendapatkan Isma'il, lalu beliau bertanya kepada istrinya mengenai
suaminya, Isma'il dan kondisi mereka berdua. Istri Isma'il mengeluhkan kehidupm
mereka yang melarat. Maka Ibrahim menitip pesan agar suaminya nanti mengganti
palang pintu rumahnya. Setelah diberitahu, Isma'il mengerti maksud pesan
ayahnya. Maka Isma'il menceraikan istrinya itu dan kawin lagi dengan wanita
lain, yaitu putri Madhdhadh bin 'Amr, pemimpin dan pemuka kabilah Jurhum menurut
pendapat kebanyakan (sejarawan-pen).
Setelah perkawinan Isma'il yang
kedua ini, Ibrahim datang lagi, namun tidak bertemu dengan Isma'il lalu akhirnya
kembali ke Palestina setelah beliau menanyakan kepada istrinya tersebit tentang
Isma'il dan kondisi mereka berdua, isterinya memuij kepada Allah (atas apa yang
dianugerahkan kepada mereka berdua). Kemudian Ibrahim kembali menitip pesan
lewat istri Isma'il, agar Isma'il memperkokoh palang pintu rumahnya. Pada
kedatangan yang ketiga kalinya Ibrahim bisa bertemu dengan Isma'il, yang saat
itu sedang meraut anak panahnya di bawah sebuah pohon di dekat zamzam.
Tatkala melihat kehadiran ayahnya, Isma'il berbuat sebagaimana layaknya
seorang anak yang lama tidak bersua bapaknya, begitu juga dengan Ibrahim.
Pertemuan ini terjadi setelah sekian lama yang sangat jarang dijumpai seorang
ayah yang penuh rasa kasih sayang dan lemah lembut bisa menahan kesabaran untuk
bersua anaknya, begitu pula dengan Isma'il, sebagai anak yang berbakti dan
shalih. Dan kali ini mereka berdua membangun Ka'bah dan meninggikan pondasinya.
Kemudian Ibrahim pun mengumumkan kepada khalayak agar melakukan haji sebagaimana
yang diperintahkan oleh Allah kepadanya.
Dari perkawinannya dengan putri
Madhdhadh, Isma'il dikaruniai oleh Allah sebanyak dua belas orang anak yang
semuanya laki-laki, yaitu: Nabat atau Nabayuth, Qidar, Adba-il, Mubsyam,
Misyma', Duma, Misya, Hidad, Yatma, Yathur, Nafis dan Qaidaman. Dari mereka
inilah kemudian berkembang menjadi dua belas kabilah, yang semuanya menetap di
Mekkah untuk beberapa lama. Mata pencaharian mayoritas mereka adalah berdagang
dari negeri Yaman ke negeri Syam dan Mesir. Selanjutnya kabilah-kabilah ini
menyebar di berbaga i penjuru Jazirah, dan bahkan hingga keluar Jazirah,
kemudian seiring dengan pejalanan waktu, keadaan mereka tidak lagi terdeteksi,
kecuali anak keturunan Nabat dan Qidar.
Peradaban anak keturunan Nabat
mengalami kemajuan di bagian utara Hijaz. Mereka mampu mendirikan pemerintahan
yang kuat dan menguasai daerah-daerah di sekitarnya, dan menjadikan Al-Bathra'
sebagai ibukotanya. Tak seorangpun yang mampu melawan mereka hingga datangnya
pasukan Romawi yang berhasil melindas mereka. Sekelompok Peneliti berpendapat
bahwa raja-raja keturunan keluarga besar Ghassan, termasuk juga kaum Anshor dari
suku Aus dan Khazraj bukan berasal dari keturunan keluarga besar Qahthan, tetapi
mereka adalah dari keturunan keluaraga besar Nabat, anak Isma'il dan sisa-sisa
mereka masih berada di kawasan itu, dan pendapat ini diambil oleh Imam Bukhari
sedangkan Imam Ibnu Hajar menguatkan pendapat yang mengatakan bahwa anak
keturunan keluarga besar Qahthan adalah berasal dari keturunan keluarga besar
Nabat.
Adapun anak keturunan Qidar bin Isma'il masih menetap di Makkah,
beranak pinak di sana hingga menurunkan 'Adnan dan anaknya Ma'ad. Dari dialah
orang-orang Arab Adnaniyah menisbatkan nasab mereka. Dan Adnan adalah nenek
moyang kedua puluh satu dalam silsilah keturunan Nabi Shallallahu 'alaihi
Wasallam. Diriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi Wasallam, jika beliau
menyebutkan nasabnya dan sampai kepada Adnan, maka beliau berhenti dan bersabda,
"Para ahli silsilah nasab banyak yang berdusta", lalu beliau tidak
melanjutkannya. Segolongan ulama memperbolehkan mengangkat nasab dari Adnan ke
atas dan melemahkan (mendho'ifkan) hadits yang mengisyaratkan hal itu (hadits
yang disebut diatas). Menurut mereka berdasarkan penelitian yang detail;
sesungguhnya antara Adnan dan Ibrahim 'Alaihis-Salam terdapat empat puluh
keturunan.
Keturunan Ma'ad dari anaknya, Nizar telah berpencar
kemana-mana (menurut suatu pendapat, Nizar adalah satu-satunya anak Ma'ad). Dan
Nizar sendiri mempunyai empat orang anak, yang kemudian berkembang menjadi empat
kabilah yang besar, yaitu: Iyad, Anmar, Rabi'ah dan Mudhar. Dua kabilah terakhir
inilah yang paling banyak marga dan sukunya. Sedangkan dari Rabi'ah muncul Asad
bin Rabi'ah, Anzah, Abdul-Qais, dua anak Wa-il ;Bakr dan Taghlib, Hanifah dan
lain-lainnya.
Sedangkan kabilah Mudhar berkembang menjadi dua suku yang
besar, yaitu Qais 'Ailan bin Mudhar dan marga-marga Ilyas bin Mudhar. Dan dari
Qais 'Ailan muncul Bani Sulaim, Bani Hawazin, Bani Ghathafan. Kemudian dari
Ghathafan muncul 'Abs, Dzibyan, Asyja' dan Ghany bin A'shar.
Dari Ilyas
bin Mudhar muncul Tamim bin Murrah, Hudzail bin Mudrikah, Bani Asad bin
Khuzaimah dan marga-marga Kinanah bin Khuzaimah. Dan dari Kinanah muncul
Quraisy, yaitu anak keturunan Fihr bin Malik bin an-Nadhar bin Kinanah.
Quraisy terbagi menjadi beberapa kabilah, yang terkenal adalah Jumuh,
Sahm, 'Udai, Makhzum, Tim, Zuhrah dan suku-suku Qushay bin Kilab, yaitu Abdud
Dar bin Qushay, Asad bin Abdul 'Uzza bin Qushay dan Abdu Manaf bin Qushay.
Sedangkan Abdu Manaf mempunyai empat anak: Abdu Syams, Naufal,
al-Muththalib dan Hasyim. Hasyim adalah keluarga yang dipilih oleh Allah yang
diantaanya muncul Muhammad bin Abdullah bin Abdul-Muththalib bin Hasyim.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam pernah bersabda:
"Sesungguhnya
Allah telah memilih isma'il dari anak keturunan Ibrahim, memilih Kinanah dari
anak keturunan Isma'il, memilih Quraisy dari anak keturunan Bani Kinanah,
memilih Bani Hasyim dari keturunan Quraisy dan memilihku dari keturuan Bani
Hasyim. ".(H.R. Muslim dan at-Turmudzy).
Dari al-'Abbas bin Abdul
Muththalib, dia berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wasallam bersabda:
"Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk, lalu Dia menjadikanku dan
sebaik-baik golongan mereka dan sebaik-baik dua golongan, kemudian memilih
beberapa kabilah, lalu menjadikanku diantara sebaik-baik kabilah, kemudian
memilih beberapa keluarga Ialu menjadikanku diantara sebaik-baik keluarga
mereka, maka aku adalah sebaik-baik jiwa diantara mereka dan sebaik-baik
keluarga diantara mereka". (Diriwayatkan oleh at-Turmudzy).
Setelah
anak-anak 'Adnan beranak-pinak, mereka berpencar diberbagai tempat di penjuru
jazirah Arab, menjelajahi tempat-tempat yang banyak curah hujannya dan ditumbuhi
oleh tanaman.
Abdul Qais dan keturunan Bakr bin Wa-il serta keturunan
Tamim pindah ke Bahrain dan menetap di sana. Sedangkan Bani Hanifah bin Sha'b
bin Ali bin Bakr bergerak menuju Yamamah dan singgah di Hijr, ibukota Yamamah.
Semua keluarga Bakr bin Wa-il menetap di berbagai penjuru tanah Jazirah, mulai
dari Yamamah, Bahrain, Saif Kazhimah hingga mencapai laut, kemudian tanah kosong
Iraq, al-Ablah hingga Haita.
Taghlib menetap di Jazirah dekat kawasan
Eufrat, diantaranya terdapat suku-suku yang pernah hidup berdampingan dengan
(kabilah) Bakr sedangkan Bani Tamim menetap di daerah pedalaman Bashrah. Bani
Sulaim menetap dekat Madinah, dari Wadi al-Qura hingga ke Khaibar hingga bagian
timur Madinah mencapai batas dua gunung hingga berakhir di kawasan pegungan
Hurrah. Sementara Tsaqif menetap di Tha'if dan Hawazin di timur Makkah
dipinggiran Authas yaitu dalam perjalanan antara Makkah dan Bashrah. Dan Bani
Asad bermukim di timur Taima' dan barat Kufah. Mereka dan Taima' diantarai
perkampungan Buhtur dari suku Thayyi'. Sedangkan masa perjalanan mereka dan
Kufah ditempuh selama lima hari. Ada lagi suku Dzubyan yang bermukim di dekat
Taima' menuju Huran. Di Tihamah tersisa beberapa suku-suku Kinanah, sedangkan di
Makkah tinggal suku-suku Quraisy. Mereka berpencar-pencar dan tidak ada
sesuatupun yang bisa menghimpun mereka, hingga muncul Qushay bin Kilab. Dialah
yang menyatukan mereka dan membentuk satu kesatuan yang bisa mengangkat
kedudukan dan martabat mereka.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Followers
Download Artikel Islami
Kumpulan Bahtsul Masail 1
Kumpulan Bahtsul Masail 2
Kumpulan Bahtsul Masail 3
ASH-SHALAH ‘ALAA MADZHIBIL ARBA’AH
SAFINATUN NAJAA
TAHLILAN MENURUT MADZHAB IMAM SYAFI’I
KIMIA KEBAHAGIAN (KIMIYA-U AL SA’ADAH
KUMPULAN ARTIKEL DINIYYAH NU ONLINE
SERI RISALAH-RISALAH DINIYYAH :
- Risalah Amaliyah Nahdliyah - Tiga Lembaga NU Malang
- 77 Cabang Iman dan Perinciannya - Syaikh Nawawi
- Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan Ijtihad
- Ayat Mutasyabihat dan Kritik Terhadap Peringkatnya
- Dialektika Gaya Bahasa Al-Qur’an
- Eksistensi Ruh Dalam Tinjauan Ulama Islam
- Hadits Kontradiktif dan Solusinya
- Riwayat Perjuangan Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’
- Tanya Jawab Bersama KH. Bisri Musthofa
- Mutiara Hikmah Buya Yahya
FIQHUL AKBAR, karya Imam Abu Hanifah (150 H)
FIQHUL AKBAR, karya Imam al-Syafi’i (204 H)
HAULAL IHTIFAL BIDZIKRI MAULIDIN NABAWI ASY-SYARIF, karya Al-’Allamah As-Sayyid Muhammad bin ‘Alawi Al Maliki Al Hasani.
NASEHAT INDAH ADZ-DZAHABI KEPADA IBNU TAIMIYYAH
AD-DURARUS SANIYYAH FIY BAYAANIL MAQALAATI AS-SUNNIYYAH
DAF’U SYUBAH AT-TASYBIH BI-AKAFF AT-TANZIH
Kumpulan Bahtsul Masail 2
Kumpulan Bahtsul Masail 3
ASH-SHALAH ‘ALAA MADZHIBIL ARBA’AH
SAFINATUN NAJAA
TAHLILAN MENURUT MADZHAB IMAM SYAFI’I
KIMIA KEBAHAGIAN (KIMIYA-U AL SA’ADAH
KUMPULAN ARTIKEL DINIYYAH NU ONLINE
SERI RISALAH-RISALAH DINIYYAH :
- Risalah Amaliyah Nahdliyah - Tiga Lembaga NU Malang
- 77 Cabang Iman dan Perinciannya - Syaikh Nawawi
- Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan Ijtihad
- Ayat Mutasyabihat dan Kritik Terhadap Peringkatnya
- Dialektika Gaya Bahasa Al-Qur’an
- Eksistensi Ruh Dalam Tinjauan Ulama Islam
- Hadits Kontradiktif dan Solusinya
- Riwayat Perjuangan Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’
- Tanya Jawab Bersama KH. Bisri Musthofa
- Mutiara Hikmah Buya Yahya
FIQHUL AKBAR, karya Imam Abu Hanifah (150 H)
FIQHUL AKBAR, karya Imam al-Syafi’i (204 H)
HAULAL IHTIFAL BIDZIKRI MAULIDIN NABAWI ASY-SYARIF, karya Al-’Allamah As-Sayyid Muhammad bin ‘Alawi Al Maliki Al Hasani.
NASEHAT INDAH ADZ-DZAHABI KEPADA IBNU TAIMIYYAH
AD-DURARUS SANIYYAH FIY BAYAANIL MAQALAATI AS-SUNNIYYAH
DAF’U SYUBAH AT-TASYBIH BI-AKAFF AT-TANZIH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar