Facebook

Icon Icon Icon Icon Follow Me on Pinterest

Jumat, 30 Juli 2010

Muamalah dengan cek

Masalah :
Telah terjadi praktek muamalah yang cukup terkenal sebagai berikut :
Sebagian pengusaha seperti di Jawa Timur ( kebanyakan warga kita) memasukkan produksinya ke toko-toko tersebut dibayar 30 % dan yang 70 % dibayar dengan cek mundur satu sampai dua bulan. Lalu cek tersebut kalau ditukar dengan uang kontan sebelum waktunya, maka yang hanya dibayar 95 % bagi yang mundur dua bulan. Yang dimasalahkan, bagaimana aqad yang dilakukan pada waktu menukar cek dengan uang kontan yang sebelum sampai waktunya tadi agar menjadi aqad yang sah ?

Jawab :
Jika dengan aqad jual beli menurut qoul ashoh hukumnya sah. Kalau dengan aqad qord (hutang) tidak sah, karena termasuk aqad hutang yang menarik keuntungan.

Dasar pengambilan :
1. Minhaju Al Muhaditsin, Syarah Muslim, V : 171
اَلصِّكَاكُ جَمْعُ صَكٍّ وَهُوَ الْوَرَقَةُ الْمَكْتُوْبَةُ بِدَيْنٍ وَيُجْمَعُ أَيْضًا عَلَى صُكُوْكٍ وَالْمُرَادُ هُنَا الْوَرَقَةُ الَّتِىْ تُخْرَجُ مِنْ وَلَىِّ اْلأَمْرِ بِالرِّزْقِ لِمُسْتَحِقِّهِ بِاَنْ يَكْتُبَ فِيْهَا ِلاِنْسَانٍ كَذَا مِنْ طَعَامٍ اَوْ غَيْرِهِ فَيَبِيْعُ صَاحِبُهَا ذَلِكَ ِلاِنْسَانٍ قَبْلَ اَنْ يَقْبِضَهُ وَقَدِ اخْتَلَفَ الْعُلَمَاءُ فِىْ ذَلِكَ وَاْلأَصَحُّ عِنْدَ اَصْحَابِنَا وَغَيْرِهِمْ جَوَازُ بَيْعِهَا الخ.

Artinya:
Assikak itu jama dari mufrod Shoku, yaitu kertas/lembaran yang di dalamnya tertulis tanggungan (hutang). Shokun bisa juga dijamakan atas sukuk. Pengertian di sini adalah kertas/tulisan yang dikeluarkan oleh kepala negara dengan rizqi (imbalan /hadiah) bagi pemiliknya. Seperti halnya tertulis di dalamnya bagi manusia ini, dan seperti ini … (mendapat makanan atau lainnya, kemudian oleh pemiliknya lembaran tersebut dijual kepada manusia lainnya sebelum dia menerimanya. Para ulama dalam hal ini terjadi perselisihan pendapat. Yang ashoh menurut ashabina (teman-teman si pengarang red.) dan lain-lainnya boleh menjualnya.

2. Ianatut Tholibin III : 53
وَأَمَّا الْقَرْضُ بِشَرْطٍ جَرَّ نَفْعًا لِمُقْرِضٍ فَفَاسِدٌ لِخَبَرِ كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً فَهُوَ رِبًا وَجَبَّرَ ضَعْفَهُ مَجِيْئُ مَعْنَاهُ عَنْ جَمْعٍ مِّنَ الصَّحَابَةِ (قَوْلُهُ فَفَاسِدٌ) قَالَ ع ش وَمَعْلُوْمٌ اَنَّ مَحَلَّ الْفَسَادِ حَيْثُ وَقَعَ الشَّرْطُ فِىْ صُلْبِ الْعَقْدِ اَمَّا لَوْ تَوَافَقَا عَلَى ذَلِكَ وَلَمْ يَقَعْ شَرْطٌ فِى الْعَقْدِ فَلاَ فَسَادَ
Artinya:
Transaksi hutang piutang dengan mensyaratkan mengambil keuntungan bagi yang menghutangi itu rusak (tidak sah). Karena ada hadist : setiap hutang putang yang mengambil kuntungan bagi yang menghutangi, maka dinamakan riba. Kelemahan hadist tadi telah direvisi atas pengertian mananya dari kelompok sahabat. (perkataan pengarang : fasidun) Ali Assibro Malisi berkata : sudah maklum bahwa titik persoalan rusak (tidak sah transaksi) itu ketika persyaratan (mengambil keuntungan) tadi masuk dalam aqad (transaksi). Adapun seandainya itu hanya kebetulan saja, dan persyaratan itu tidak terjadi (dimasukkan) dalam waktu aqad, maka tidak dianggap fasad (rusak) / berarti boleh.

3. Kifayatul Akhyar : 242
وَاَمَّا الشَّرْطُ الثَّانِىْ وَهُوَ اَنَّ كَوْنَ مُنْتَفَعًا بِهِ فَاحْتَرَزَ فِيْهِ عَمَّا لاَ مَنْفَعَةَ فِيْهِ فَإِنَّهُ لاَ يَصِحُّ بَيْعُهُ وَلاَ شِرَائُهُ
Artinya:
Adapun syarat yang kedua, yaitu benda yang dapat diambil manfaatnya, maka hal itu mengecualikan benda yang tidak ada manfaatnya, sesungguhnya hal itu tidak sah untuk diperjualbelikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Followers