Facebook

Icon Icon Icon Icon Follow Me on Pinterest

Jumat, 23 Juli 2010

Menghadap arah qiblat


Menghadap qiblat merupakan salah satu syarat sahnya sholat karena firman Allah Swt  "  Dan dari mana saja kamu (keluar), Maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu (sekalian) berada, Maka palingkanlah wajahmu ke arahnya " ( Al Baqarah : 150 ).  Dan hadits shoheh " Bahwa Nabi Muhamad Saw sholat dua rakaat pada arah ka'bah kemudian beliau berkata , " Ini adalah qiblat "  dan hadist " sholatlah kalian seperti kalian melihatku sholat ".
Qiblat yang dimaksud dalam surat Al Baqarah tersebut adalah ka'bah, sehingga bagi orang-orang muslim yang ada disekitar ka'bah atau dekat dengan ka'bah, maka harus menghadap ke bangunan ka'bah dengan yakin.
Sedangkan bagi kita yang jaraknya jauh dari kota mekkah atau ka'bah, maka cukup dengan menghadap mihrab / pengimaman yang sudah disepakati oleh orang-orang muslim bahwa mihrab tersebut sudah menghadap kearah qiblat dan tidak diwajibkan untuk ijtihad kembali. ( Asna Al Matholib Juz 1 Hal.391 ).Sebab yang dimaksud dengan "syathroh "  pada surat Al Baqarah tersebut adalah arah. Sehingga apabila ditemukan bangunan kuno yang ada tanda-tanda peninggalan orang muslim, maka tidak wajib bagi kita untuk berijtihad lagi mencari arah qiblat, namun cukup dengan mengikuti arah qiblat yang telah dibuat pada bangunan tersebut sebab dalam kaidah fiqih " Sesungguhnya ijtihad lama tidak dapat dirusak dengan ijtihad yang baru ". Apabila peninggalan yang ditemukan bercampur antara peninggalan orang muslim dan orang kafir atau sudah jelas dari orang kafir, maka boleh dilakukan ijtihad lagi untuk menentukan arah qiblat.

Dengan demikian, maka kita sebagai umat muslim tidak usah bingung dengan perubahan-perubahan arah kiblat yang baru-baru ini diberitakan telah terjadi pergeseran. Karena para ulama' jauh-jauh sebelumnya sudah mengantisipasi tentang hal ini, seperti penafsiran kata " Syathrohu " pada surat Al Baqarah yang mempunyai makna " arah " menjadi dasar bagi para ulama' fiqih yang menyimpulkan bahwa arah kiblat bagi orang yang jauh dari ka'bah adalah arahnya saja, itupun dengan dzonniyah (prasangka/perkiraan). Sedangkan bagi yang jaraknya dekat harus dengan yakin menghadap bangunan ka'bah.
Coba kita renungkan dan pikirkan, bagaimana sulitnya apabila kita yang jauh dengan ka'bah disamakan dengan mereka yang dekat dengan ka'bah dimana konsekwensinya harus menghadap persis bangunan ka'bah, berarti setiap tempat yang akan kita dirikan sholat koordianat derajatnya selalu berbeda-beda dan kita harus membawa alat – alat untuk menentukan arah kiblat dimanapun kita berada. Perlu kita ketahui bahwa ka'bah yang merupakan kiblat kita, ukurannya sangat kecil dibandingkan dengan ukuran bumi yang diibarakan seperti titik pusat pada sebuah lingkaran, sehingga apabila kita harus menghadap bangunan ka'bah, maka ketika kita sholat didalam masjid, shof (barisan) tentunya juga harus membentuk sebuah lingkaran dan tidak semuanya lurus dan sama dengan imam. Lalu bagaimana dengan perkataan para ulama' atau para Imam sholat ketika mendirikan sholat berjamaah, " Ratakanlah/luruskan barisan kalian semua, sebab barisan yang lurus merupakan bagian dari kesempurnaan sholat berjamaah " , berarti telah menyesatkan para jamaah, sebab menyeru kepada mereka untuk tidak menghadap kiblat yang secara otomatis sholat mereka tidak sah.


Oleh karena itu dengan mengacu pada pendapat para ulama' terdahulu, kita tidak usah bingung dan resah khusunya dalam bahasan arah kiblat. Apapun peninggalan orang muslim yang berupa bangunan masjid, musholla, surau dapat dijadikan sebagai pedoman qiblat kita dalam sholat. Kesimpulannya, bahwa kita yang berada jauh dari ka'bah cukup memakai pendapat ulama' yang menyatakan sah sholat kita hanya menghadap arah kiblat dan bukan menghadap bangunan ka'bah. Bahkan Imam Ghozali mengatakan bahwa sah sholat kita hanya dengan menghadap salah satu dari empat arah.
بغية المسترشدين - (ج 1 / ص 78)
والقول الثاني يكفي استقبال الجهة ، أي إحدى الجهات الأربع التي فيها الكعبة لمن بعد عنها وهو قويّ ، اختاره الغزالي وصححه الجرجاني وابن كج وابن أبي عصرون ، وجزم به المحلي ، قال الأذرعي : وذكر بعض الأصحاب أنه الجديد وهو المختار لأن جرمها صغير يستحيل أن يتوجه إليه أهل الدنيا فيكتفى بالجهة ، ولهذا صحت صلاة الصف الطويل إذا بعدوا عن الكعبة ، ومعلوم أن بعضهم خارجون من محاذاة العين ، وهذا القول يوافق المنقول عن أبي حنيفة وهو أن المشرق قبلة أهل المغرب وبالعكس ، والجنوب قبلة أهل الشمال وبالعكس ،
" Dan pendapat yang kedua cukup menghadap ke arah kiblat yaitu kesalah satu dari arah empat tempat ka'bah berada bagi mereka yang jauh dari ka'bah, dan hal ini adalah pendapat yang kuat. Imam Ghozali juga memilih pendapat ini, juga dibenarkan oleh Syeikh Al Jurjani dan Ibnu Kajji, Ibnu Abi 'Ishrun, dan Al Mahalli telah memastikan dengan pendapat tersebut. Syeikh Al Adzro'I mengatakan dan juga sebagian dari pengikut syafi'I bahwa pendapat tersebut adalah pendapat yang baru dan dipilih sebab bangunan ka'bah sangat kecil sehingga mustahil bagi para penghuni dunia ini menghadap ke ka'bah namun cukup menghadap kearahnya. Oleh karena itu dianggap sah sholat yang barisannya panjang ketika mereka jauh dari ka'bah dan diketahui bahwa sebagian dari mereka keluar dari menghadap bangunan kiblat, pendapat ini sama dengan yang dikutip dari Abi Hanifah yaitu arah timur kiblatnya penduduk yang ada dibarat, dan sebaliknya sedangkan arah selatan menjadi kiblat dari penduduk disebelah utara dan sebaliknya. "

Dari pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa kita yang berada di Indonesia kiblatnya adalah arah barat sebab posisi ka'bah ada di arah barat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Followers