Facebook

Icon Icon Icon Icon Follow Me on Pinterest

Senin, 04 Januari 2010

Garam dan Telaga


Suatu ketika hiduplah seorang tua yang bijak. Pada suatu pagi datanglah datanglah anak muda yang sedang dirundung banyak masalah.Langkahnya gontai dan air muka yang ruwet. Tamu itu memang tampak seperti orang yang tak bahagia.

Tanpa membuang waktu orang itu menceritakan semua masalahnya.Pak tua yang bijak, hanya mendengarkannya dengan seksama.Ia lalu mengambil segenggam garam dan meminta tamunya mengambil segelas air. Ditaburkannya garam itu kedalam gelas, lalu diaduknya dengan perlahan. " Coba minum ini dan katakan bagaimana rasanya " Ujar Pak Tua itu.

"Pahit, pahit sekali" jawab sang tamu sambil meludah ke samping. Pak tua itu sedikit tersenyum. Ia lalu mengajak tamunya ini untuk berjalan ke tepi telaga di dalam hutan dekat tempat tinggalny. Kedua orang itu berjalan berdampingan, dan akhirnya sampailah mereka ke tepi telaga  yang tenang itu.



Pak Tua itu kembali menaburkan segenggam garam ke dalam telaga itu. Dengan sepotong kayu, di buatnya gelombang mengaduk-aduk dan tercipta riak air, mengusik ketenangan telaga itu. " Coba, ambil air dari telaga ini dan minumlah." Setelah tamu itu selesai meneguk air itu,  Pak Tua berkata lagi  " Bagaimana rasanya ?" " segar" sahut tamunya " Apakah kamu merasakan garam di dalam air itu ?" Tanya Pak Tua lagi. " Tidak " jawab si anak muda. Dengan bijak Pak Tua itu menepuk-nepuk punggung si anak muda , ia lalu mengajaknya duduk berhadapan, bersimpuh di samping telaga itu " Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan adalah layaknya segenggam garam, lak lebih dan tak kurang. Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama, dan memang akan tetap sama.

" Tapi, kepahitan yang kita rasakan, akan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki. Kepahitan itu, akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Jadi, saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup,  hanya ada satu hal yang bisa kamu lakukan. Lapangkanlah dadamu menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu."

Pak Tua itu lalu kembali memberikan  nasehat, " Hatimu adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu . Kalbumu adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan itu dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan."


Keduanya lalu beranjak pulang. Mereka sama-sama belajar hari itu.Dan Pak Tua, si orang bijak itu, kembali menyimpan segenggam garam untuk anak muda yang lain, yang sering datang kepadanya sambil membawa keresahan jiwa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Followers